Kamis, 21 November 2013

KETENTUAN EKONOMI DAN BISNIs



KETENTUAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAMI
A.    Latar belakang
Ekonomi dan praktik bisnis islami berkaitan sangat erat dengan akidah dan syariah Islam sehingga seseorang tidak akan memahami pandangan Islam tentang ekonomi dan bisnis tanpa memahami dengan baik akidah dan syariah islam.
Keterkaitan dengan akidah/kepercayaan menghasilkan pengawasan melekat pada dirinya dengan mengindahkan perintah dan larangan Allah yang tercermin pada kegiatan halal atau haram. Ini juga mendorong penerapan akhlak sehingga terjalin hubungan harmonis dengan mitranya yang pada gilirannya akan mengantarkan kepada lahirnya keuntungan bersama, bukan sekedar keuntungan sepihak.[1]
Selanjutnya bisinis atau ekonomi bahkan semua ilmu dalam pandangan islam dalam operasionalnya berpijak pada dua cara pertama prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan oleh al-Qura’an dan Sunnah, dan ini bersifat langgeng abadi tidak mengalami perubahan. Kedua perkembangan positif masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi dimana terbuka lapangan yang luas untuk menampung yang baru lagi baik dari hasil pemikirin dan budi daya manusia, dan itu berarti dia bersifat sementara karena bila ada sesuatu yang lebih baik , dimana pun ditemukan makam itu harus menggantikan tempat yang lama ang tidak sebaik itu.
Janganlah menduga bahwa adanya prinsip dasar bagi kegiatan ekonomi dan bisnis hanya terbatas pada ajaran Islam. Tidak! setiap aliran ekonomi selalu berpijak pada prinsip-prinsip dasar yang menjadi rujukan penganutnya sehingga mengarahkan setiap langkah dalam bekerja dan berproduksi.
Kapitalisme, misalnya yang menganut paham kebebasan termasuk dalam bidang ekonomi dan bisnis tentu memiliki pandangan dan kepercayaan dalam hal kebebasan yang berbeda dengan pandangan komunisme yang juga dalam bidang ekonomi diarahkan oleh pandangan mereka tentang gerak-sejarah dan materialisme. Demikian terlihat bahwa upaya peningkatan ekonomi dan bisnis bukan sekedar persoalan ekonomi, tetapi juga berpihak pada prinsip-prinsip kepercayaan, politik, budaya, bahkan ahlak, dan lain-lain.

B.     Pendahuluan
Berbicara tentang prinsip dasar yang dianut oleh Islam, kita dapat menyimpulkan bahwa inti ajarannnya adalah Tauhid (Tauhidi Precess). [2] Dari sini lahir ketentuan-ketentuan yang bukan saja berkaitan dengan ekonomi/bisnis, tetapi juga menyangkut segala aspek kehidupan dunia dan akhirat. Tauhid dapat diibaratkan dengan matahari yang diciptakan Allah menjadi sumber kehidupan mahluk di permukaan bumi ini dan disekitarnya berkeliling planet-planet tata surya yang tidak dapt melepaskan diri darinya, maka demikian juga dengan tauhid. Disekelilingnya ada kesatuan-kesatuan yang tidak boleh dilepaskan darinya, seperti kesatuan kemanusiaan, kesatuan duni dan akhirat, kesatuan hukum, keadilan dan kemaslahatan, dan lain-lain.
Tauhid melahirkan keyakian bahwa segala sesuatu bersumber dari Allah dan berkesudahan kepada-Nya. Dia adalah pemilik mutlak dan tunggal yang dalam genggaman-NYa segala sesuatu, termasuk kepermilikan harta dan kewenangan nenetapkan aturan pengelolaan dan pengembangannya. Dan karena Allah Mahaadil dan selalu memerhatikan kemaslahatan umat manusia, maka semua ketetapan hukum-Nya, demikian juga produk ijtihad manusia yang dikaitkan dengan naman-NYa, tentu harus bercirikan keadilan dan kemaslahatan. Bisa jadi ada ketentuan hukum yang dilarang atau enggan ditetapkan pada satu masa kerana ketika itu dinilai bertentangan dengan kemaslahatan, tetapi karena adanya perkembangan masyarakat, maka ketetapan tersebut dicabut/diubah pada masa lainnya. Disini lahir ungkapan :”Dimana ada kemaslahatan di sanalah terdapat hukum Allah”[3]
Kesatuan kemanusian mengantarkan pengusaha Muslim menghidari segal bentuk ekspolitasi terhadap sesama manusia, muslim atau non muslim. Dari sini dapat dimengerti mengapa Islam mengharamkan bukan saja riba, tetepai juga penipuan atau apa yang diduga dapat mengakibatkan penipuan walau terselubung. Kesatuan kemanusiaan mengharuskan manusia berpikir dan mempertimbangkan kepentingan umat manusia seluruhnya dalam semua tindakannya, bukan hanya untuk gnerasinya, tetapi juga generasi mendatang, sehingga terhindar dari penggunaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan oleh generasi masa kini saja.
Keyakinan akan kesatuan dunia dan akhirat, mengahantarkan seseorang untuk memiliki visi yang jauh ke depan dan tidak hanya berupaya mengejar keuntungan duniawi senata. Dari sini pula al-Qur’an mengingatkan bahwa sukses yagn diperolah mereka yang berpandangan dekat, bias melahirkan penyesalan dan bahwa kelak dimasa depan-mereka akan merugi dan dikecam sebagaimana yang tertulis dalam QS. Al-Isra’ ayat 18-19 yang artinya Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (dunia), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (QS. 17:18) Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (QS. 17:19)[4]
.Selanjutnya, secara umum dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang ditetapkan al-Qur’an dalam konteks berbisnis, paling tidak dapat dikelompokkan dalam tiga besar Pertama Berkaitan dengan hati/kepercayaan pebisnis, Kedua Berkaitan dengan moral dan perilaku pebisnis  dan yang Ketiga berkaitan dengan pengembangan harta/perolehan keuntungan.

C.    Pengertian Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islami
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan. [5]
Pengertian Ekonomi Islam Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.

Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islam adalah Secara bahasa,adalah Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’ li al istisqa) atau jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm). Sedang secara istilah Syariah bermakna perundang-undangan yang diturunkan Allah Swt melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman pakaian maupun muamalah (interaksi sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Menurut Syafi’I Antonio, syariah mempunyai keunikan tersendiri, Syariah tidak saja komprehensif, tetapi juga universal. Universal bermakna bahwa syariah dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat oleh setiap manusia. Keuniversalan ini terutama pada bidang sosial (ekonomi) yang tidak membeda-bedakan antara kalangan Muslim dan non-Muslim.[6]
Dengan mengacu pada pengertian tersebut, Hermawan Kartajaya dan Syakir Sula memberi pengertian bahwa Bisnis syariah adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh kebersamaan dan penghormatan atas hak masing-masing.[7] Pengertian yang hari lalu cenderung normatif dan terkesan jauh dari kenyataan bisnis kini dapat dilihat dan dipraktikkan dan akan menjadi trend bisnis masa depan
Seadangkan Tujuan ketentuan Ekonomi dan Bisnis Syariah adalah segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1.      Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2.      Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3.      Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar yaitu agama (al-din), kesalamatan jiwa (al-nafs), keselamatan akal (al-aql), keselamatan keluarga dan keturunan (al-nasl), keselamatan harta benda (al-mal), Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam.

D.    Manfaat Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islami
1.      Adapun manfaat ketentuan ekonomi dan bisnis Islami paling tidak memiliki manfaat pertama sebagai suatu aturan untuk melakukan intermediasi (intermediary institution), yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan dimana pembiayaan merupakan salah satu kegiatan utama dan menjadi sumber utama pendapatan bagi bank syariah. Bentuk pembiayaan perbankan berdasarkan prinsip syariah antara lain adalah: berdasarkan prinsip jual beli (murabahah, salam, istishna’), prinsip sewa (ijarah), prinsip bagi hasil (mudharabah, musyarakah), prinsip jasa (kafalah, hawalah, qardh). Kedua membuat ekonomi dan bisnis islami lebih berkembang dan dikenal dan masyarakat, ketiga Market yang dianggap luas ternyata belum digarap secara maksimal (apalagi, bank syariah tidak hanya dikhususkan untuk orang muslim karena di sejumlah bank terdapat nasabah nonmuslim).Keempat Sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dibandingkan dengansistem bunga yang dianut bank konvensional (review pada waktu krisis ekonomi-moneter).Kelima Reeturn yang diberikan kepada nasabah pemilik dana bank syariah lebihbesar daripada bunga deposito bank konvesional (ditambah lagi belakangan ini, sukubunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terus mengalami penurunan, sehingga suku bunga menurun.Keenam Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah) dan prisip sewa (ijarah),Ketujuh Prinsip laba bagi bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, bank syariah bekerja di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah).Kedelapan Prinsip keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah.Kesembilan Prinsip kesetaraan, yakni nasabah penyimpan dana, pengguna dana dan bank memiliki hak, kewajiban, beban terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang. Dan Kesepuluh Prinsip ketenteraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsipdan kaidah muamalah Islam (bebas riba dan menerapkan zakat harta) akan tetapi tidak sedikit lembaga keuangan yang berbasis syariah, akan tetapi pada prktek pelaksanaanya tidak ubahnya dengan lembaga keuangan konvensional, kita semua berharap bahwa mereka benar-benar menerapkan system syariah sehingga tidak saling merugikan satu sama lain. Demi kemajuan sector keaungan Indonesia.



E.     Risiko adanya Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islami
Adapun yang menjadi risiko dengan adanya ketentuan ekonomi dan bisnis ialah : pertama akan mempersempit ruang gerak masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi secara islami disebabkan harus memenuhi ketentuan dan peraturan yang ditetapkan. Kedua akan lebih membatasi transaksi transaksi tertentu yang selama ini berlaku di konvensional yang menyebabkan membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan penyesuaian kepada kemauan masyarakat.
Keempat  Labelisasi islami yang mengakibatkan ketidak percayaan masyarakat apabila tidak sesuai antara apa yang harus dilakukan oleh pebisnis dengan perbuatan yang sebenarnya bila ketentuan ekonomi dan bisnis islami tidak berjalan dengan baik

F.     Jenis/macam Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islami
Adapun Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islami adalah ketentuan yang sudah teratur dan termaktub dalam al-quran dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai ketentuan dasar yang tidak dapat diganggu gugat untuk dijadikan rujukan dan dasar pengambilan keputusan bila terjadi ketidak pastian dalam kegiatan ekonomi.
Disamping itu kebiasaan yang tidak bertentangan dengan ajaran islam yang sering disebut dengan hukum adat menjadi salah satu ketentuan ekonomi dan bisnis islami yang dijadikan sebagai aturan yang sah menurut hukum islam dan syariah.
Sedangkan Jenis Ketentuan ekonomi islam dan Bisinis Islami yang harus dipatuhi menurut peraturan perundang undangan adalah pertama disahkannya Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) 109 menjadi jawaban atas standarisasi akutansi syariah untuk zakat dan infak. Kedua Dewan Standar Akutansi Syariah (DSAS)-nya, siap menerbitkan Eksposure Draft (ED) PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah dan PSAK 110 tentang Akuntansi sukuk. IAI sendiri pada beberapa waktu yang lalu, melakukan public hearing terkait kedua PSAK tersebut.ketiga Peraturan tentang Zakat dalam islam maupun pengelolaan zakat dalam islam serta pendirian lembaga amil zakat.

G.    Keunggulan Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islami
Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ikonomi Islam yang mesti diterapkan dan menjadi keunggulan dalam bisnis syari’ah, yaitu: Tauhid (Unity/kesatuan), Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium), Kehendak Bebas (Free Will), dan Tanggung Jawab (Responsibility).
Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep yang menunjukkan adanya keadilan sosial. Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.
Sementara menurut Beekun terdapat 5 aksioma dalam ekonomi islam. Sebagai yang kelima adalah benovelence atau dalam istilah lebih familiar dikenal dengan Ihsan. Ihsan adalah kehendak untuk melakukan kebaikan hati dan meletakkan bisnis pada tujuan berbuat kebaikan. Kelima prinsip tersebut secara operasional perlu didukung dengan suatu etika bisnis yang akan menjaga prinsip-prinsip tersebut dapat terwujud.[8]
Etika dipahami sebagai seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia berbeda dengan moral, etika merupakan refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk dan apa alasan pikirnya, merupakan lapangan etika. Perbedaan antara moral dan etika sering kabur dan cendrung disamakan. Intinya, moral dan etika diperlukan manusia supaya hidupnya teratur dan bermartabat. Orang yang menyalahi etika akan berhadapan dengan sanksi masyarakat berupa pengucilan dan bahkan pidana.Bisnis merupakan bagian yang tak bisa dilepaskan dari kegiatan manusia. Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi manusia, bisnis juga dihadapkan pada pilihan-pilihan penggunaan factor produksi. Efisiensi dan efektifitas menjadi dasar prilaku kalangan pebisnis. Sejak zaman klasik sampai era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Ekonom klasik banyak berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak terkait dengan etika. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka. Atas nama efisiensi dan efektifitas, tak jarang, masyarakat dikorbankan, lingkungan rusak dan karakter budaya dan agama tercampakkan.
Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis yang selama ini dipahami dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stake holder perusahaan.
Abdalla Hanafi dan Hamid Salam, Guru Besar Business Administration di Mankata State Univeristy menambahkan cakupan berupa nilai ketulusan, keikhlasan berusaha, persaudaraan dan keadilan. Sifatnya juga universal dan bisa dipraktekkan siapa saja. Etika bisnis syariah bisa diwujudkan dalam bentuk ketulusan perusahaan dengan orientasi yang tidak hanya pada keuntungan perusahaan namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam arti sebenarnya. Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak diuntungkan sehingga tidak ada praktek “culas” seperti menipu masyarakat atau petugas pajak dengan laporan keuangan yang rangkap dan lain-lain. Bisnis juga merupakan wujud memperkuat persaudaraan manusia dan bukan mencari musuh. Jika dikaitkan dengan pertanyaan di awal tulisan ini, apakah etika bisnis syariah juga bisa meminimalisir keuntungan atau malah merugikan ?. Jawabnya tergantung bagaimana kita melihatnya. Bisnis yang dijalankan dengan melanggar prinsip-prinsip etika dan syariah seperti pemborosan, manipulasi, ketidakjujuran, monopoli, kolusi dan nepotisme cenderung tidak produktif dan menimbulkan inefisiensi.
Etika yang diabaikan bisa membuat perusahaan kehilangan kepercayaan dari masyarakat bahkan mungkin dituntut di muka hukum. Manajemen yang tidak menerapkan nilai-nilai etika dan hanya berorientasi pada laba (tujuan) jangka pendek, tidak akan mampu bertahan (survive) dalam jangka panjang. Jika demikian, pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih keuntungan jangka pendek dengan mengabaikan etika atau memilih keuntungan jangka panjang dengan komit terhadap prinsip-prinsip etika –dalam hal ini etika bisnis syariah-

H.    Kelemahan Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islami
Kelemahannya adalah Pertama menjadikan bisnis ekonomi menjadi kaku yang menyebabkan peraturan tidak berjalan dengan baik kedua Ketidak sesuaian antara ketentuan yang dibuat dengan pelaksanaan yang dilakukan oleh lembaga ekonomi dan bisnis islam.
Ketiga aturan yang dibuat terkadang masih bersifat kabur sehingga memerlukan penafsiran lebih khusus yang menyebabkan perbedaan pendapat termasuk masalah riba yang masih ada sebagaian ulama yang mengatakan bahwa bunga bank itu bukanlah riba.
Keempat ekonomi dan Bisnis islami masih menerapkan ekonomi islam dengan cara konvensional yaitu dengan menerapkan sistem dan aturan yang dibuat oleh konvensional sehingga membawa kesan antara bisnis syariah dan bisnis konvensiola tidak ada bedanya.
Kelima  ekonomi dan Bisnis islami masih lebih cenderung menerapkan ekonomi islam secara filosofis yaitu menerapkannya dalam bentuk dasar-dasar ajaran islam seperti pemberian nama nama islami tapi belum sepenuhnya masuk kedalam esensi perbankan syariah yang sesungguhnya.
I.       Prospek bisnis dan perbaikan Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islami
Paing tidak prospek kedapan atau perbaikan kedepan meliputi : pertama Membuat atau menjadikan ekonomi dan bisnis Islam berpandangan luas kedepan yaitu level makro yang berkaitan dengan pandangan hidup.Kedua Perlu adanya prosedur memproduksikan Suplier yang menyediakan barang halal dan baik.Ketiga Memilih atau hanya membeli barang yang halal saja. Keempat membeli atau memakan barang dari produsen yang menghargai ketentuan allah, syariat islam atau hukum tuhan.Kelima membeli barang kebutuhan yang diproduksi secara islami oleh orang-orang islam atau yang tidak anti islam.

Penutup
Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islam adalah Secara bahasa,adalah Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’ li al istisqa) atau jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm). Sedang secara istilah Syariah bermakna perundang-undangan yang diturunkan Allah Swt melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman pakaian maupun muamalah (interaksi sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis yang selama ini dipahami dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stake holder perusahaan.





















DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim, Al-Quran Digital

Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah Teori dan Praktek,
Jakarta: Gema Insani Press: 2002.

            ………….., Syariah Marketing, Jakarta: Gema Insani Press, 2000

Harahap, Sofyan safri,. Bank Syariah Teori dan Praktek, Jakarta: Pustaka Quantum, 2002.

……………………, Sistem Moneter Dalam Perspektif islam, (Jakarta: Pustaka Quantum, 2007


Sayyid Saabiq, Fiqhus Sunnah II (Jakarta: Pena Publishing), 2006

Qardhawi, Yusuf, Dauru al-Zakat fi’Ilaaj al-Musykilaat al-Iqtishaadiyah, Terj. Sari Narulita, Spektrum Zakat Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Jakarta: Zikrul, 2005.

---------------------, Norma dan Etika Ekonomi Islam, alih bahasa: Zainal Arifin, dan Dahlia Husin, Jakarta: Gema Insani Press, 2001

---------------------, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, Jakarta: Gema Insani Press,1995

Sukarno, Ahmadi, Asuransi Islam Dalam Tinjauan Sejarah Dan perspektif Ulama, Pasca Sarjana UIN, 2003





[1] Lihat dalam Sofyang Safri Harahap, Akuntansi Syariah (Jakarta: Quantum, 2008), h. 26

[2] Ibid h. 34

[3] Ibid h. 35

[4] Lihat QS. Al-Isra’ ayat 18-19.

[5] Lihat dalam Lihat dalam Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Teori dan Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002) h.9

[6] Lihat dalam Muhammad Syafii Antonio, Syariah Marketing, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 169

[7] Ibid h. 45.

[8] Lihat dalam Sayyid Saabiq, Fiqhus Sunnah II (Jakarta: Pena Publishing), 2006), h. 145

Tidak ada komentar:

Posting Komentar