KETENTUAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAMI
A. Latar belakang
Ekonomi
dan praktik bisnis islami berkaitan sangat erat dengan akidah dan syariah Islam
sehingga seseorang tidak akan memahami pandangan Islam tentang ekonomi dan
bisnis tanpa memahami dengan baik akidah dan syariah islam.
Keterkaitan
dengan akidah/kepercayaan menghasilkan pengawasan melekat pada dirinya dengan
mengindahkan perintah dan larangan Allah yang tercermin pada kegiatan halal
atau haram. Ini juga mendorong penerapan akhlak sehingga terjalin hubungan
harmonis dengan mitranya yang pada gilirannya akan mengantarkan kepada lahirnya
keuntungan bersama, bukan sekedar keuntungan sepihak.[1]
Selanjutnya
bisinis atau ekonomi bahkan semua ilmu dalam pandangan islam dalam
operasionalnya berpijak pada dua cara pertama
prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan oleh al-Qura’an dan Sunnah, dan ini
bersifat langgeng abadi tidak mengalami perubahan. Kedua perkembangan positif masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi dimana terbuka lapangan yang luas untuk menampung yang baru lagi baik
dari hasil pemikirin dan budi daya manusia, dan itu berarti dia bersifat
sementara karena bila ada sesuatu yang lebih baik , dimana pun ditemukan makam
itu harus menggantikan tempat yang lama ang tidak sebaik itu.
Janganlah
menduga bahwa adanya prinsip dasar bagi kegiatan ekonomi dan bisnis hanya
terbatas pada ajaran Islam. Tidak! setiap aliran ekonomi selalu berpijak pada
prinsip-prinsip dasar yang menjadi rujukan penganutnya sehingga mengarahkan
setiap langkah dalam bekerja dan berproduksi.
Kapitalisme,
misalnya yang menganut paham kebebasan termasuk dalam bidang ekonomi dan bisnis
tentu memiliki pandangan dan kepercayaan dalam hal kebebasan yang berbeda
dengan pandangan komunisme yang juga dalam bidang ekonomi diarahkan oleh
pandangan mereka tentang gerak-sejarah dan materialisme. Demikian terlihat
bahwa upaya peningkatan ekonomi dan bisnis bukan sekedar persoalan ekonomi,
tetapi juga berpihak pada prinsip-prinsip kepercayaan, politik, budaya, bahkan
ahlak, dan lain-lain.
B. Pendahuluan
Berbicara
tentang prinsip dasar yang dianut oleh Islam, kita dapat menyimpulkan bahwa
inti ajarannnya adalah Tauhid (Tauhidi
Precess). [2]
Dari sini lahir ketentuan-ketentuan yang bukan saja berkaitan dengan
ekonomi/bisnis, tetapi juga menyangkut segala aspek kehidupan dunia dan
akhirat. Tauhid dapat diibaratkan dengan matahari yang diciptakan Allah menjadi
sumber kehidupan mahluk di permukaan bumi ini dan disekitarnya berkeliling
planet-planet tata surya yang tidak dapt melepaskan diri darinya, maka demikian
juga dengan tauhid. Disekelilingnya ada kesatuan-kesatuan yang tidak boleh
dilepaskan darinya, seperti kesatuan kemanusiaan, kesatuan duni dan akhirat,
kesatuan hukum, keadilan dan kemaslahatan, dan lain-lain.
Tauhid
melahirkan keyakian bahwa segala sesuatu bersumber dari Allah dan berkesudahan
kepada-Nya. Dia adalah pemilik mutlak dan tunggal yang dalam genggaman-NYa
segala sesuatu, termasuk kepermilikan harta dan kewenangan nenetapkan aturan
pengelolaan dan pengembangannya. Dan karena Allah Mahaadil dan selalu
memerhatikan kemaslahatan umat manusia, maka semua ketetapan hukum-Nya,
demikian juga produk ijtihad manusia yang dikaitkan dengan naman-NYa, tentu
harus bercirikan keadilan dan kemaslahatan. Bisa jadi ada ketentuan hukum yang
dilarang atau enggan ditetapkan pada satu masa kerana ketika itu dinilai
bertentangan dengan kemaslahatan, tetapi karena adanya perkembangan masyarakat,
maka ketetapan tersebut dicabut/diubah pada masa lainnya. Disini lahir ungkapan
:”Dimana ada kemaslahatan di sanalah terdapat hukum Allah”[3]
Kesatuan
kemanusian mengantarkan pengusaha Muslim menghidari segal bentuk ekspolitasi
terhadap sesama manusia, muslim atau non muslim. Dari sini dapat dimengerti
mengapa Islam mengharamkan bukan saja riba, tetepai juga penipuan atau apa yang
diduga dapat mengakibatkan penipuan walau terselubung. Kesatuan kemanusiaan
mengharuskan manusia berpikir dan mempertimbangkan kepentingan umat manusia
seluruhnya dalam semua tindakannya, bukan hanya untuk gnerasinya, tetapi juga
generasi mendatang, sehingga terhindar dari penggunaan dan pemanfaatan sumber
daya alam secara berlebihan oleh generasi masa kini saja.
Keyakinan
akan kesatuan dunia dan akhirat, mengahantarkan seseorang untuk memiliki visi
yang jauh ke depan dan tidak hanya berupaya mengejar keuntungan duniawi senata.
Dari sini pula al-Qur’an mengingatkan bahwa sukses yagn diperolah mereka yang
berpandangan dekat, bias melahirkan penyesalan dan bahwa kelak dimasa
depan-mereka akan merugi dan dikecam sebagaimana yang tertulis dalam QS.
Al-Isra’ ayat 18-19 yang artinya Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang
(dunia), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi
orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan
memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (QS. 17:18) Dan
barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh sedang ia adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang
yang usahanya dibalasi dengan baik. (QS. 17:19)[4]
.Selanjutnya,
secara umum dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang ditetapkan al-Qur’an
dalam konteks berbisnis, paling tidak dapat dikelompokkan dalam tiga besar Pertama Berkaitan dengan
hati/kepercayaan pebisnis, Kedua Berkaitan
dengan moral dan perilaku pebisnis dan
yang Ketiga berkaitan dengan
pengembangan harta/perolehan keuntungan.
C. Pengertian Ketentuan Ekonomi dan Bisnis
Islami
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang
mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan
perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta
yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan
dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia
yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk
dipertanggungjawabkan. [5]
Pengertian Ekonomi Islam Ekonomi Islam merupakan ilmu
yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan
aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun
iman dan rukun Islam.
Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islam adalah Secara
bahasa,adalah Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’ li
al istisqa) atau jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm). Sedang secara istilah
Syariah bermakna perundang-undangan yang diturunkan Allah Swt melalui
Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik menyangkut masalah ibadah,
akhlak, makanan, minuman pakaian maupun muamalah (interaksi sesama manusia
dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
Menurut Syafi’I Antonio, syariah mempunyai keunikan
tersendiri, Syariah tidak saja komprehensif, tetapi juga universal. Universal
bermakna bahwa syariah dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat oleh
setiap manusia. Keuniversalan ini terutama pada bidang sosial (ekonomi) yang
tidak membeda-bedakan antara kalangan Muslim dan non-Muslim.[6]
Dengan mengacu pada pengertian tersebut, Hermawan Kartajaya
dan Syakir Sula memberi pengertian bahwa Bisnis syariah adalah bisnis yang
santun, bisnis yang penuh kebersamaan dan penghormatan atas hak masing-masing.[7]
Pengertian yang hari lalu cenderung normatif dan terkesan jauh dari kenyataan
bisnis kini dapat dilihat dan dipraktikkan dan akan menjadi trend bisnis masa
depan
Seadangkan Tujuan ketentuan Ekonomi dan Bisnis Syariah
adalah segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada
tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan,
kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal
ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di
akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu
Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam
diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim
bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat.
Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan
puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di
atas mencakup lima jaminan dasar yaitu agama (al-din), kesalamatan jiwa (al-nafs),
keselamatan akal (al-aql), keselamatan keluarga dan keturunan (al-nasl), keselamatan
harta benda (al-mal), Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam.
D. Manfaat Ketentuan Ekonomi dan Bisnis
Islami
1. Adapun
manfaat ketentuan ekonomi dan bisnis Islami paling tidak memiliki manfaat pertama sebagai suatu aturan untuk
melakukan intermediasi (intermediary institution), yaitu mengerahkan
dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat
yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan dimana pembiayaan
merupakan salah satu kegiatan utama dan menjadi sumber utama pendapatan bagi
bank syariah. Bentuk pembiayaan perbankan berdasarkan prinsip syariah antara
lain adalah: berdasarkan prinsip jual beli (murabahah, salam,
istishna’), prinsip sewa (ijarah), prinsip bagi hasil (mudharabah,
musyarakah), prinsip jasa (kafalah, hawalah, qardh). Kedua membuat ekonomi dan bisnis islami
lebih berkembang dan dikenal dan masyarakat, ketiga Market
yang dianggap luas ternyata belum digarap secara maksimal (apalagi, bank
syariah tidak hanya dikhususkan untuk orang muslim karena di sejumlah bank
terdapat nasabah nonmuslim).Keempat Sistem
bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dibandingkan dengansistem bunga yang
dianut bank konvensional (review pada waktu krisis ekonomi-moneter).Kelima Reeturn yang diberikan kepada
nasabah pemilik dana bank syariah lebihbesar daripada bunga deposito bank
konvesional (ditambah lagi belakangan ini, sukubunga Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) terus mengalami penurunan, sehingga suku bunga menurun.Keenam Bank syariah tidak memberikan
pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan,
seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli (murabahah) dan prisip sewa (ijarah),Ketujuh Prinsip laba bagi bank syariah bukan satu-satunya tujuan
karena bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada
untuk membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, bank syariah bekerja di
bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah).Kedelapan
Prinsip keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan
ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah.Kesembilan Prinsip kesetaraan, yakni
nasabah penyimpan dana, pengguna dana dan bank memiliki hak, kewajiban, beban
terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang. Dan Kesepuluh Prinsip ketenteraman, bahwa produk bank syariah
mengikuti prinsipdan kaidah muamalah Islam (bebas riba dan menerapkan zakat
harta) akan tetapi tidak sedikit lembaga keuangan yang berbasis syariah, akan
tetapi pada prktek pelaksanaanya tidak ubahnya dengan lembaga keuangan
konvensional, kita semua berharap bahwa mereka benar-benar menerapkan system
syariah sehingga tidak saling merugikan satu sama lain. Demi kemajuan sector
keaungan Indonesia.
E. Risiko adanya Ketentuan Ekonomi dan
Bisnis Islami
Adapun
yang menjadi risiko dengan adanya ketentuan ekonomi dan bisnis ialah : pertama akan mempersempit ruang gerak masyarakat untuk melakukan
kegiatan ekonomi secara islami disebabkan harus memenuhi ketentuan dan
peraturan yang ditetapkan. Kedua akan
lebih membatasi transaksi transaksi tertentu yang selama ini berlaku di
konvensional yang menyebabkan membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan
penyesuaian kepada kemauan masyarakat.
Keempat Labelisasi islami yang mengakibatkan ketidak
percayaan masyarakat apabila tidak sesuai antara apa yang harus dilakukan oleh
pebisnis dengan perbuatan yang sebenarnya bila ketentuan ekonomi dan bisnis
islami tidak berjalan dengan baik
F. Jenis/macam Ketentuan Ekonomi dan Bisnis
Islami
Adapun Ketentuan
Ekonomi dan Bisnis Islami adalah ketentuan yang sudah teratur dan termaktub
dalam al-quran dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai ketentuan dasar yang tidak
dapat diganggu gugat untuk dijadikan rujukan dan dasar pengambilan keputusan
bila terjadi ketidak pastian dalam kegiatan ekonomi.
Disamping itu
kebiasaan yang tidak bertentangan dengan ajaran islam yang sering disebut
dengan hukum adat menjadi salah satu ketentuan ekonomi dan bisnis islami yang
dijadikan sebagai aturan yang sah menurut hukum islam dan syariah.
Sedangkan Jenis
Ketentuan ekonomi islam dan Bisinis Islami yang harus dipatuhi menurut
peraturan perundang undangan adalah pertama
disahkannya Pernyataan
Standar Akutansi Keuangan (PSAK) 109 menjadi jawaban atas standarisasi akutansi syariah untuk zakat dan infak. Kedua Dewan Standar Akutansi Syariah (DSAS)-nya, siap menerbitkan
Eksposure Draft (ED) PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah dan
PSAK 110 tentang Akuntansi sukuk. IAI sendiri pada beberapa waktu
yang lalu, melakukan public hearing terkait kedua PSAK tersebut.ketiga Peraturan tentang Zakat dalam
islam maupun pengelolaan zakat dalam islam serta pendirian lembaga amil zakat.
G. Keunggulan Ketentuan Ekonomi dan Bisnis
Islami
Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ikonomi Islam
yang mesti diterapkan dan menjadi keunggulan dalam bisnis syari’ah, yaitu:
Tauhid (Unity/kesatuan), Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium), Kehendak
Bebas (Free Will), dan Tanggung Jawab (Responsibility).
Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan
keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa
segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah
pemilik mutlak dan absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala
aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti
aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah
diberikan.
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan
konsep yang menunjukkan adanya keadilan sosial. Kehendak bebas (Free Will)
yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang
beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas
yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar
diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas
itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada
kepentingan umat.
Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan
tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan
juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup
tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri
sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi
tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun
hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.
Sementara menurut Beekun terdapat 5 aksioma dalam
ekonomi islam. Sebagai yang kelima adalah benovelence atau dalam istilah lebih
familiar dikenal dengan Ihsan. Ihsan adalah kehendak untuk melakukan kebaikan
hati dan meletakkan bisnis pada tujuan berbuat kebaikan. Kelima prinsip
tersebut secara operasional perlu didukung dengan suatu etika bisnis yang akan
menjaga prinsip-prinsip tersebut dapat terwujud.[8]
Etika dipahami sebagai seperangkat prinsip yang
mengatur hidup manusia berbeda dengan moral, etika merupakan refleksi kritis
dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain
adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian kritis dan
rasional mengapa menipu itu buruk dan apa alasan pikirnya, merupakan lapangan
etika. Perbedaan antara moral dan etika sering kabur dan cendrung disamakan.
Intinya, moral dan etika diperlukan manusia supaya hidupnya teratur dan
bermartabat. Orang yang menyalahi etika akan berhadapan dengan sanksi
masyarakat berupa pengucilan dan bahkan pidana.Bisnis merupakan bagian yang tak
bisa dilepaskan dari kegiatan manusia. Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi
manusia, bisnis juga dihadapkan pada pilihan-pilihan penggunaan factor
produksi. Efisiensi dan efektifitas menjadi dasar prilaku kalangan pebisnis.
Sejak zaman klasik sampai era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi
tidak begitu mendapat tempat. Ekonom klasik banyak berkeyakinan bahwa sebuah
bisnis tidak terkait dengan etika. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung
jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka. Atas nama efisiensi
dan efektifitas, tak jarang, masyarakat dikorbankan, lingkungan rusak dan
karakter budaya dan agama tercampakkan.
Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis
yang selama ini dipahami dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan
orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan
tegas sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan
internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang
memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak
diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi
aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula
kesediaan perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai
stake holder perusahaan.
Abdalla Hanafi dan Hamid Salam, Guru Besar Business
Administration di Mankata State Univeristy menambahkan cakupan berupa nilai
ketulusan, keikhlasan berusaha, persaudaraan dan keadilan. Sifatnya juga
universal dan bisa dipraktekkan siapa saja. Etika bisnis syariah bisa
diwujudkan dalam bentuk ketulusan perusahaan dengan orientasi yang tidak hanya
pada keuntungan perusahaan namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam arti
sebenarnya. Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak
diuntungkan sehingga tidak ada praktek “culas” seperti menipu masyarakat atau
petugas pajak dengan laporan keuangan yang rangkap dan lain-lain. Bisnis juga
merupakan wujud memperkuat persaudaraan manusia dan bukan mencari musuh. Jika
dikaitkan dengan pertanyaan di awal tulisan ini, apakah etika bisnis syariah
juga bisa meminimalisir keuntungan atau malah merugikan ?. Jawabnya tergantung
bagaimana kita melihatnya. Bisnis yang dijalankan dengan melanggar
prinsip-prinsip etika dan syariah seperti pemborosan, manipulasi,
ketidakjujuran, monopoli, kolusi dan nepotisme cenderung tidak produktif dan
menimbulkan inefisiensi.
Etika yang diabaikan bisa membuat perusahaan
kehilangan kepercayaan dari masyarakat bahkan mungkin dituntut di muka hukum.
Manajemen yang tidak menerapkan nilai-nilai etika dan hanya berorientasi pada
laba (tujuan) jangka pendek, tidak akan mampu bertahan (survive) dalam jangka
panjang. Jika demikian, pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih
keuntungan jangka pendek dengan mengabaikan etika atau memilih keuntungan
jangka panjang dengan komit terhadap prinsip-prinsip etika –dalam hal ini etika
bisnis syariah-
H. Kelemahan Ketentuan Ekonomi dan Bisnis
Islami
Kelemahannya adalah Pertama menjadikan bisnis ekonomi menjadi kaku yang menyebabkan
peraturan tidak berjalan dengan baik
kedua Ketidak sesuaian antara ketentuan yang dibuat dengan pelaksanaan yang
dilakukan oleh lembaga ekonomi dan bisnis islam.
Ketiga aturan yang dibuat terkadang masih bersifat kabur
sehingga memerlukan penafsiran lebih khusus yang menyebabkan perbedaan pendapat
termasuk masalah riba yang masih ada sebagaian ulama yang mengatakan bahwa
bunga bank itu bukanlah riba.
Keempat ekonomi dan Bisnis islami masih menerapkan ekonomi islam
dengan cara konvensional yaitu dengan menerapkan sistem dan aturan yang dibuat
oleh konvensional sehingga membawa kesan antara bisnis syariah dan bisnis
konvensiola tidak ada bedanya.
Kelima ekonomi dan
Bisnis islami masih lebih cenderung menerapkan ekonomi islam secara filosofis
yaitu menerapkannya dalam bentuk dasar-dasar ajaran islam seperti pemberian
nama nama islami tapi belum sepenuhnya masuk kedalam esensi perbankan syariah
yang sesungguhnya.
I. Prospek bisnis dan perbaikan Ketentuan
Ekonomi dan Bisnis Islami
Paing tidak
prospek kedapan atau perbaikan kedepan meliputi : pertama Membuat atau menjadikan ekonomi dan bisnis Islam
berpandangan luas kedepan yaitu level makro yang berkaitan dengan pandangan
hidup.Kedua Perlu adanya prosedur
memproduksikan Suplier yang menyediakan barang halal dan baik.Ketiga Memilih atau hanya membeli barang
yang halal saja. Keempat membeli atau
memakan barang dari produsen yang menghargai ketentuan allah, syariat islam
atau hukum tuhan.Kelima membeli
barang kebutuhan yang diproduksi secara islami oleh orang-orang islam atau yang
tidak anti islam.
Penutup
Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islam
adalah Secara bahasa,adalah Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum
(mawrid al-ma’ li al istisqa) atau jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm). Sedang
secara istilah Syariah bermakna perundang-undangan yang diturunkan Allah Swt
melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik menyangkut
masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman pakaian maupun muamalah (interaksi
sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.
Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis yang
selama ini dipahami dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan
orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan
tegas sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan
internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang
memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak
diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi
aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula
kesediaan perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat
sebagai stake holder perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul
Karim, Al-Quran Digital
Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah Teori dan Praktek,
Jakarta: Gema Insani
Press: 2002.
………….., Syariah Marketing, Jakarta: Gema Insani Press, 2000
Harahap,
Sofyan safri,. Bank Syariah Teori dan
Praktek, Jakarta: Pustaka Quantum, 2002.
……………………,
Sistem Moneter Dalam Perspektif islam, (Jakarta:
Pustaka Quantum, 2007
Sayyid Saabiq, Fiqhus Sunnah II (Jakarta: Pena Publishing), 2006
Qardhawi, Yusuf, Dauru
al-Zakat fi’Ilaaj al-Musykilaat al-Iqtishaadiyah, Terj. Sari Narulita, Spektrum
Zakat Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Jakarta: Zikrul, 2005.
---------------------, Norma dan Etika Ekonomi
Islam, alih bahasa: Zainal Arifin, dan Dahlia Husin, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001
---------------------,
Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan,
Jakarta: Gema Insani Press,1995
Sukarno,
Ahmadi, Asuransi Islam Dalam Tinjauan Sejarah Dan perspektif Ulama, Pasca
Sarjana UIN, 2003
[1] Lihat
dalam Sofyang Safri Harahap, Akuntansi
Syariah (Jakarta: Quantum, 2008), h. 26
[2] Ibid h. 34
[3] Ibid h. 35
[4] Lihat
QS. Al-Isra’ ayat 18-19.
[5] Lihat
dalam Lihat dalam Muhammad Syafii Antonio, Bank
Syariah Teori dan Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002) h.9
[6] Lihat
dalam Muhammad Syafii Antonio, Syariah Marketing, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 169
[7] Ibid h. 45.
[8] Lihat
dalam Sayyid Saabiq, Fiqhus Sunnah II (Jakarta: Pena Publishing), 2006),
h. 145
Tidak ada komentar:
Posting Komentar